Saturday, October 29, 2005

MEMBUAT ULAH DI COOKING CLASS

 
20051027
Hari itu kami diundang mendatangi acara Cooking Class di Shapir Hotel. Ela, Anjar, Miftahudin, Lina, Aku dan anakku lanang Haznan berbondong-bondong ke sana. Sampai di sana acara sudah mulai. Melihat kerumunan orang banyak seperti itu, membuat Haznan membuat ulah dengan kelucuan-kelucuannya. Termasuk ikut ''urun rembug'' ketika chef Shapir menjelaskan cara memotong ikan dengan bentuk memanjang. Kontan anakku bilang, ''Iya om, yang panjang.'' Karena lengkingan suaranya sangat keras membuat seluruh peserta gerr. ''Iya dik yang panjang ya,'' timpal si chef. Teriakan anakku tak hanya sekali, tapi berkali-kali, ger-gerannya pun berulang-ulang. Wuaduh, aku pun cuek, biar saja pemberaniku seperti itu, hehehe.
Peni, Mustika Peni nama panjangnya, sang Public Relations Shapir Hotel pun mendekati Haznan dan sempat difoto Miftahudin. ''Wah, ini mah foto copy bapaknya,'' ungkap Peni menebar senyum, lha iya lah, wong aku si juru tembaknya, hahaha. Posted by Picasa

PEMIMPIN TOLOL

KETIKA memasuki H-5 (Sabtu, 29/10/2005) menjelang Idul Fitri 1426 H (Muhammadiyah memastikan lebaran Kami, 3/10/2005) suasana kantor dan iklim kota Jogja sudah berbau lebaran. Di kantor, yang biasanya ramai hingga tengah malam, detik ini sudah sepi. Kawan-kawan pulang awal. Suara gemeretak mouse di-klik pun tak seramai biasanya. Jalan-jalan protokol Jogja sudah dipenuhi ribuan kendaraan, baik roda empat maupun dua, yang jelas didominasi kendaraan ber-plat nomor luar kota, terbanyak Jakarta.

Entah apa yang ada di pikiran pemudik yang berjibaku di Jakarta mencari fulus untuk keluarganya itu di Jogja menjelang lebaran kali ini. Mereka pasti disibukkan keinginan membeli barang konsumtif (jangan heran, negara kita dipenuhi orang macam ini) untuk lebaran. Entah itu pakaian, makanan maupun barang ‘’untuk keperluan gengsi’’ macam handphone dan alat listrik lain. Padahal, semua barang harganya merangkak naik, bahkan banyak pula yang meroket. Dasar orang kita, tak apa bisa membeli, padahal uang didapat dari hutang tetangga. Duh.

Belum lagi melihat ulah segelintir pegawai negeri yang bekerja di instansi negara. Tak malu mereka menggunakan mobil berplat merah untuk mudik ke kampung halaman. Tak malu mobil milik kita itu dia pakai piknik ke objek wisata. Mobil hasil beli dari uang pembayar pajak itu, termasuk duit aku juga, mereka gunakan untuk keperluan pribadi, tak malu lagi, gimana coba? Mana nurani mereka, moral mereka? Sudah menjadi barang yang lenyap dari bumi kita yang namanya nurani dan moral itu.

Janganlah berbicara etika jika moral dan nurani tak ada. Sudah jelas memakai mobil milik pembayar pajak, Gubernur DKI Sutiyoso yang mantan militer itu, enteng membela pegawai negeri pemakai mobil plat merah itu (kalau di tempatku dinamakan mobil belek-en atau sakit mata karena merah warna platnya). ‘’Biar saja mereka memakai mobil plat merah untuk mudik, mereka kan sudah merawat mobil plat merah itu. Wajar jika mereka memakainya untuk mudik.’’ Lhadalah, emang dia mikir nggak sih bicara seperti itu?

Ketika si pegawai negeri pemakai mobil plat merah itu melakukan perawatan mobil milik kita itu pakai duitnya siapa? Mereka pasti memakai duit dari kantor mereka bekerja (juga duit kita juga sebagai pembayar pajak) untuk merawat mobil mereka. Entah servis mesin atau mencucikan mobil belek-en itu. Bukan duit mereka pribadi, duit kita juga.

Kesimpulannya? Ya itu tadi. Namanya moral dan nurani sudah hilang dari bumi Indonesia, negara yang sulit untuk maju karena pemimpinnya hanya memikirkan perut mereka sendiri. Kalaupun tidak, mereka memikirkan partai dimana dia dulu dibesarkan dan hutang budi. Alih-alih memikirkan rakyat bawah yang berebut dana kompensasi kenaikan harga BBM, mereka malah memperkaya diri sendiri. Bagaimana caranya? Ya korupsi dong. Dengan berbagai cara, mereka mampu mengubah istilah korupsi dengan istilah baru yang mampu membutakan rakyat bahwa sebenarnya mereka telah merampok uang kita pembayar pajak.

Tengok bagaimana anggota DPR RI kita menambah tunjangan sebulan Rp 10 juta, total take home pay yang mereka terima sekitar Rp 38 juta, belum termasuk pemasukan dari uang sidang, uang rapat dan sebagainya. Belum lagi uang terima kasih, uang kunjungan dan sebagainya. Padahal itu semua adalah korupsi, bagaimana pun mereka berkelit, menurut saya tetap korupsi. Ya korupsi. Dengan memberi tag name ‘’lebih halus’’.

Jadi kita pembayar pajak harus bagaimana menyikapi pemimpin-pemimpin tolol seperti itu? Bubarkan saja Indonesia. Ganti orang-orangnya. Diganti makhluk hidup dari Planet Mars. Huh, sudah cukup kita dibuat bingung dan dibodohi mereka. (iwa)

Sunday, October 23, 2005

HAZNAN SI PEMBERANI

 

Umumnya, anak kecil takut terhadap monyet yang sedang ''pentas'' topeng monyet. Tapi tidak anakku lanang, Haznan. Sementara kawan-kawan seumuran dia menjauh, Haznan malah mendekat. Tak cukup mendekat saja, dia pun memegang kepala dan buntut monyet itu. Hal itu terjadi kala aku nanggap topeng monyet (ledhek kethek aku bilang) di depan Pangkur 1. 20050828 Posted by Picasa

Saturday, October 22, 2005


Haznan dengan sangat berani memegang monyet yang sedang beratraksi dalam gelaran Topeng Monyet Hahahaha (20050828)

TOPENG MONYET

 

Waktu itu (28/8/2005) sekelompok orang (3 manusia) melintas di depan Pangkur 1. Mereka bertiga membawa monyet dan seperangkat alat pendukung. Tepatnya mereka itu adalah kelompok topeng monyet (bahasa Jawanya Ledhek Kethek).

Anakku lanang, Haznan, pun mendengar suara gaduh tabuhan topeng monyet dari dalam rumah. Langsung dia berseru ''Pah, adik (dia biasanya menggunakan kata ''adik'' untuk membahasakan dirinya) mau liat monyet.''

Aku pun langsung berlari keluar untuk menanggap kelompok tradisional itu. Dimulailah atraksi monyet itu. Anak-anak lain tetangga pun turut melihat atraksi seharga Rp 10 ribu itu. Yang mengherankan, anak-anak lain yang lebih gedhe dari Haznan melihat dari kejauhan karena ketakutan dengan ulah monyet tersebut.

Lain halnya Haznan, dia justru mendekat dan mencoba untuk memegang ekor dan kepala monyet itu. Waduh, anakku berani sekali. Orang dewasa yang ikut nonton hanya geleng2 kepala melihat ulah anak bungsuku itu. Wahjan, meniru bapaknya bener dia. Like Father Like Son. Posted by Picasa

Wednesday, October 19, 2005

Open Space Bernama Lempuyangan

 

Tak perlu harus jauh-jauh mencari objek buat memberi ''pemandangan'' baru bagi anakku lanang Haznan. Cukup aku bawa ke Stasiun Kereta Api Lempuyangan. Di sana terdapat ''arena terbuka'' yang cukup menarik buat Haznan. Lalu lalang kereta api jadi pemandangan ''indah'' buat dia. Tiap kali aku bawa Haznan ke sana, dia pun exited. Bukannya melihat yang dia pengin. ''Naik kereta api Pa,'' ujarnya tiap kali berkunjung ke sana. Padahal anak kecil yang lain pada menjauhi kereta api yang lewat, Haznan malah mencoba mendekat. Aduh, berani juga anak ini. Seberani bapaknya, hehehe

Pangkur 14 September 2005 Posted by Picasa

Tuesday, October 18, 2005

Hujan Turun Lageee

Selasa (18/10); Menjelang Magrib, di saat perut sudah minta diisi karena seharian tak makan-minum (alias puasa dab), mendung memenuhi langit di atas Jalan Kaliurang KM 5. Peteng ndhedhet. Bener juga. Tak lama kemudian hujan pun turun, mak bressss. Alhamdulillah, tanduranku disirami gustiallah.
Yeng, belum pulang, katanya bukber di UMY, pulang jang 19.00. Tak menunggu dia, seusai bercanda sama Aya n Haznan sekaligus buka puasa, ambil jaket, ransel terus jalan kaki ke kantor. Yup, jalan kaki. Makanya, kenaikan harga BBM gak terlalu berpengaruh pada bensin yang harus dikeluarkan jika berangkat kantor. Rp 0 untuk bensin, huahahaha. Anjuran SBY-JK (Susah Bensin ya Jalan kaki) aku lakukan.

Pangkur, Tuesday, October 18, 2005

Sunday, October 16, 2005


Aya makan pagi di Sanur Paradise Plasa Hotel, hari ketiga di Bali Senin 20050912

Aya makan pagi di Sanur Paradise Plasa Hotel, hari ketiga di Bali Senin 20050912

RASANYA OGAH KE KANTOR

Ndak tahu, tadi sore Minggu (16/10) aku ogah-ogahan berangkat kantor. Penginnya libur. Terus aku telpon kantor, pertama yang nerima Oto, dia bilang jam 18.30 belum terlihat satu pun redaktur. Kali kedua aku telpon, diterima Fuad, jawabannya juga sama, redaktur jam 18.45 belum pada datang.

Yah, maunya libut, malah redakturnya pada gak datang, piye to? Adib prei, Amin prei, rini, abdi dan heroe belum datang. Lha korane arep terbit gak sih? Aku pun dengan langkah berat menuju ke kantor, daripada terjadi sesuatu di luar rencana kan repot.

Begitu sampai kantor, langsung kugarap halamanku, Jogja Society dan Magelang-Kulonprogo. Jam 19.45 dua halamanku itu dah kelar. Iklannya sih gak banyak, tapi berita juga kurang. Nah kan, bingung. Pokoke serba kilat. Cuman jangan sampai meninggalkan akurasi.

Satu-per-satu redaktur nongol, pertama Rini (pendidikan), Abdi (hal 1 dan OR) dan Heroe (Kombis dan Slemab-Bantul). Jadilah kami berempat menerbitkan koran, huh. Kapan bisa bagus jika pucuk redaksi gak pernah punya inisiatif memperbaiki kualitas isi koran? Embuh ah. Au ah gelap.

Jakal KM 5 20051016 21.10 wib

Aya di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya membelakangi matahari petang di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Inilah bule yang tidak mampu beli baju itu di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Nyoba tatto temporer di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya n Juan (anaknya Justin Maurits Herman, kawan di radar Bali) di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya n Juan di Komplek GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya n me di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya n Juan di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Aya di Sanur [Minggu 20050911]

Aya di Sanur [Minggu 20050911]

Aya di Sanur [Minggu 20050911]

Aku di Sanur [Minggu 20050911]

Aya di Sanur [Minggu 20050911]

Aya di Sanur [Minggu 20050911]

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Aya di Lobi Sanur Paradise Plaza Hotel [Minggu 20050911]

Bersama Justin di Kuta menonton bule yang pada gak punya baju :)) Minggu 20050911

Juan n bapaknya, Justin ditatto temporer. aya maen tanah di Kuta. Minggu 20050911

Aya n Juan (anaknya Justin Maurits Herman, kawan di radar Bali) di Kuta, sebelum dibom :( Minggu 20050911

Me n Aya di GWK (Garuda Wisnu Kencana) Minggu 20050911

Sampai di Sanur Paradise Plaza Hotel waktu ina bag tengah 20050910

kayaknya gunung bromo deh, ya gak sih? 20050910

scene from air. 20050910